Memanah bukanlah satu aktifitas fisik yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan ruhiyah pemanahnya, bahkan sebenarnya dua hal ini sangat erat hubungannya. Hal ini terlihat dari berbagai kitab memanah yang menukil adab-adab ketika seorang muslim melakukan aktifitas memanah.
Bahkan... saya katakan bahwa memanah adalah satu-satunya olah raga yang memadukan kekuatan tubuh, kejernihan fikiran dan ketenangan jiwa. Jika salah satu dari ketiga aspek tadi tidak terpenuhi dengan baik, maka akan sangat berpengaruh terhadap hasil bidikan anak panah yang kita lepaskan ke target.
Sedikit saja gangguan dengan otot tubuh, atau pikiran yang tidak tenang, apalagi ruhiyah yang merosot akan memberikan efek yang tidak bagus pada latihan-latihan memanah kita. Otot tubuh bisa dilatih dengan seringnya kita memanah atau berlatih dengan beban, pikiran bisa dilatih dengan senantiasa berpikir positif akan segala hal, dan ketenangan bathin akan dicapai dengan penghambaan total kepada Allah Jalla Jalaluhu.
Nah.. yang menarik adalah... doa/dzikir yang kita ucapkan sehari-hari akan memberikan bekas yang bagus pada jiwa-jiwa kita. Pun termasuk doa yang kita ucapkan pada saat memanah. Seringkali kita melupakan hal mendasar ini pada saat memanah. Meskipun doa bukanlah termasuk teknik/cara memanah, tetapi termasuk dalam adab memanah.
Mari kita simak bagaimana para pendahulu kita, As Salaf Ash Sholih mengagungkan sunnah memanah ini dengan adab yang tinggi:
Diriwayatkan bahwa ketika Al Hasan(1) menarik anak panah, ia mengucapkan, “Bismillah [Dengan nama Allah]” dan setiap ia melepaskan, ia mengatakan, “Allahu akbar [Allah Maha Besar]”.
Diriwayatkan juga bahwa Idris bin Yahya(2) mengatakan, “Suatu saat As Saffah(3) mengunjungiku dan ia bertanya apakah saya seorang pemanah yang jitu. Saya menjawab bahwa terkadang saya jitu dan terkadang saya tidak. Kemudian ia menyuruhku untuk mengucapkan ini pada saat menarik dan melepaskan, “Masya Allah! [Inilah yang dikehendaki oleh Allah] Laa ilaha illallah wa laa quwwata illa billah! [Tiada tuhan selain Allah dan tiada kekuatan kecuali dari Allah]” Ia menambahkan bahwa apabila saya mengucapkan ini, maka saya akan mengenai sasaran dan tidak akan meleset, insya Allah.”
Keterangan nomer:
(1) Beliau bernama Al Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu; cucu pertama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari putrinya Fatimah Radhiyallahu’anha. Lahir di Madinah pada 3 Hijriyah/625 Masehi dan wafat di tahun 50 Hijriyah/670 Masehi. Beliau bersama pasukan penjaga Khalifah Utsman bin Affan Radhiyallahu’anhu dalam menghadapi kaum pemberontak, serta turut dalam Perang Siffin dan Perang Nahrawan melawan kaum Khawarij. Setelah ayahnya wafat, beliau diangkat menjadi khalifah selama enam bulan yang kemudian digantikan oleh Mu’awiyah bin Abi Sofyan Radhiyallahu’anhu. Selepas masa kekhalifahannya, beliau menetap di Madinah hingga wafat.
(2) Beliau adalah Idris bin Yahya Al Khawlani yang dalam kitab Al Jami’ li Akhlaqir Rawi karya Al Khatib Al Baghdadi disebutkan bahwa di masa tuanya beliau bertugas menjaga perbatasan di wilayah Mesir.
(3) Beliau adalah Abu Al Abbas Abdullah bin Muhammad As Saffah, yaitu khalifah pertama dinasti Abbasiyah. Lahir di tahun 721 Masehi dan wafat pada 754 Masehi. As Saffah adalah salah satu pemimpin Bani Hasyim dan ia bernasab hingga kakek buyut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, melalui jalur Abdullah bin Muhammad bin Ali bin terhadap kekuasaan dinasti Umayah di Damaskus. As Saffah berhasil menguasai Kufah di tahun 749 dan diangkat sebagai khalifah tandingan oleh pendukungnya, lalu pada 750 ia berhasil mengalahkan pasukan Khalifah Marwan II yang menandai runtuhnya dinasti Umayah dan dimulainya kekuasaan dinasti Abbasiyah yang bertahan hingga tahun 1258 di Baghdad dan dilanjutkan di Kairo hingga tahun 1517.
#islamicarchery
#panahanislam
#sejarahislam
#islamicgoldenage
#warisanummat
Penulis: Irvan Pani Abu Aqilah
Ketua KPBI (Komunitas Panahan Berkuda Indonesia)
Laa ilaaha illallaah-tidak ada sesembahan yang benar kecuali allah
BalasHapus